DESAIN INDUSTRI
Desain industri (bahasa Inggris: Industrial
design) adalah seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu
barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang
bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk
menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari
pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000
tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak
melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka
waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak
tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual.
Desain
Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu produk.
Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang
Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu
dibuatkan UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.
Sejarah
Pengaturan Desain Industri
Pengaturan
tentang Desain Industri dikenal pada abad ke-18 terutama di Inggris karena
adanya Revolusi Industri. Desain Industri awalnya berkembang pada sektor
tekstil dan kerajinan tangan yang dibuat secara massal. UU pertama yang
mengatur mengenai Desain Industri adalah "The designing and
printing of linens, cotton, calicoes and muslin act" sekitar
tahun 1787. Pada saat ini Desain Industri hanya dalam bentuk 2 Dimensi.
Sedangkan Desain Industri dalam bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur melalui
Sculpture Copyright Act 1798 pengaturannya masih sederhana hanya meliputi model
manusia dan binatang. Lalu pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris Convention for
the Protection of Industrial Property (Paris Convention).
Amanat pada pasal 5
Paris Convention menyatakan bahwa Desain Industri harus dilindungi di semua
negara anggota Paris Convention.
a.Waralaba
Waralaba (Inggris: Franchising;Prancis: Franchise)
untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau
jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang
dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki
pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh
pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualanbarang dan jasa.
Sedangkan
menurut Asosiasi Franchise
Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah:
Suatu
sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor)
memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem,
prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu meliputi area tertentu.
Jenis-Jenis
Waralaba
Waralaba
dapat dibagi menjadi dua:
- Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
- Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba
Biaya waralaba
Biaya
waralaba meliputi:
- Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasifranchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
- Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
Waralaba Di Indonesia
Di Indonesia, sistem
waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer
kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada
tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus,
yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga
memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar
waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus
dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee.
Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum
yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesiadimulai pada
tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP
No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no
42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang
mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut :
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
- ·Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
- ·Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
- · Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
- ·Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang
masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di
Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis
waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji
sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang
berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan
mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang
diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan.
Dengan mempergunakan sistem
piramida atau sistem sel,
suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa
asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba
Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise
Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The
Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain.
Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan
roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International
Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia
( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
b.Desain Tata Letak Sirkuit
Desain
tata letak sirkuit terpadu
1. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
1. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
2. Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
3.
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
negara Republik Indonesia kepada
Pendesain atas hasil kreasinya, untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Lisensi
Pemegang
Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi
untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali
jika diperjanjikan lain.
Pasal 26
Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pemegang Hak tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 27
1. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
2. Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pasal 26
Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pemegang Hak tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 27
1. Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
2. Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Bentuk dan isi perjanjian lisensi
1.
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden
2. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden
Pengalihan Hak
1. Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis;
atau
e. sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan;
2. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dokumen tentang
pengalihan hak.
3. Segala bentuk pengalihan Hak Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar
Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat
Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
4. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak sirkuit
Terpadu tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
5. Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan
identitasnya, baik dalam sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Berita
Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu maupun dalam Daftar Umum Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu.
Dasar Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar